Abu Nuwas adalah salah seorang sastrawan Arab terbesar.
Pengaruhnya begitu besar di jagad sastra. Omar Kayam dan Hafiz - dua sastrawan
Islam kondang juga banyak mendapat pengaruh dari Abu Nuwas. Namanya semakin
populer lantaran karikatur Abu Nuwas dalam legenda 1001 Malam. Dalam budaya
Swahili di Afrika Timur, nama Abu Nuwas juga begitu populer sebagai
'Abunuwasi'.
Karya-karya puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris. Beberapa di antaranya adalah O Tribe That Loves Boys yang
dialihbahasakan oleh Hakim Bey dan diterbitkan Entimos Press pada 1993.
Jaafar Abu Tarab juga telah menerjemahkan karya Abu Nawas
dalam Carousing With Gazelles. Kegan Paul juga telah menerjemahkan Poems of
Wine and Revelry: The Khamriyyat of Abu Nuwas. Secara khusus kiprah dan karya
Abu Nuwas juga mendapat perhatian para penulis Barat. Philip F Kennedy,
misalnya, secara khusus menulis The Wine Song in Classical Arabic Poetry: Abu
Nuwas and the Literary Tradition, yang diterbitkan, Open University Press tahun
1997. Penerbit OneWorld Press pada 2005 juga menerbitkan buku karya Philip
Kennedy yang berjudul Abu Nuwas: A Genius of Poetry.
Warisan Sastrawan Arab Klasik Terkemuka
Sang Penyair Khamar yang Bertobat
Penyair khamar. Begitu Abu Nuwas dijuluki sebagian orang,
karena dia mengangkat minuman haram sebagai tema puisinya. Dalam puisi
khumrayat, ia menggambarkan kelezatan dan keburukannya, pemerasan, pengolahan,
rasa, warna, dan baunya hingga para peminumnya. Menurutnya, khamar dapat
menenangkan hatinya yang gundah.
Abu Nuwas juga sempat dituding sebagai penyair zindik
atau pendosa besar gara-gara puisinya yang bertema mujuniyat yang sering
dianggap melampaui batas kesopanan dan merendahkan ajaran agama. Tak pernah ada
kata terlambat untuk bertaubat. Itulah salah satu pelajaran penting yang
diajarkan Abu Nuwas.
Masa mudanya memang diwarnai dengan gaya hidup yang berbau maksiat. Namun di masa
tuanya, Abu Nuwas berubah menjadi seorang sufi. Penyesalan dan pertobatannya
dia ungkapkan lewat puisi-puisinya yang bertema zuhdiyat (kehidupan zuhud).
Seorang sahabatnya, Abu Hifan bin Yusuf bin Dayah, memberi kesaksian, di akhir
hayat Abu Nawas mengisi kehidupannya dengan ibadah.
Simaklah puisi pertobatan yang ditulisnya: ''Tuhan, Jika
dosaku semakin membesar, sungguh aku tahu ampunanmu jauh lebih besar. Jika
hanya orang-orang baik yang berseru kepada-Mu, lantas kepada siapa seorang
pendosa harus mengadu?
'' Secara umum, puisi dan syair yang ditulisnya terdiri
dari beberapa tema. Ada
yang bertema pujian (madah), satire (hija'), zuhud (zuhdiyat), bahaya minum
khamar (khumriyat), cinta (hazaliyat), serta canda (mujuniyah). Sejumlah puisi
Abu Nawas dihimpun dalam Diwan Abu Nuwas yang telah dicetak dalam berbagai
bahasa.
Ada yang diterbitkan di Wina, Austria (1885), di Greifswald (1861), cetakan
litrografi di Kairo, Mesir (1277 H/1860 M), Beirut,
Lebanon (1301 H/1884 M), Bombay, India
(1312 H/1894 M). Beberapa manuskrip puisinya tersimpan di perpustakaan Berlin, Wina, Leiden,
Bodliana, dan Mosul.
Pada tahun 1855, kumpulan puisinya diedit oleh A Von Kremer dengan judul Diwans
des Abu Nowas des Grosten Lyrischen Dichters der Araber.
Ketokohan figur Abu Nawas ternyata tak hanya diakui umat
Islam, namun juga oleh orang-orang Barat. Mereka memandang karya-karya Abu
Nuwas adalah sebuah kekayaan peradaban dunia dari abad pertengahan yang begitu
berharga. Sayangnya, umat Islam terkadang tak menyadarinya bisa pula tak
mengetahuinya sama sekali.